~ QS. Al-Baqarah [2]:26~
..inna allaaha laa yastahyii an yadhriba matsalan maa ba'uudhatan famaa
fawqahaa fa-ammaa alladziina aamanuu faya'lamuuna annahu alhaqqu min rabbihim
wa-ammaa alladziina kafaruu fayaquuluuna maatsaa araada allaahu bihaadzaa matsalan
yudhillu bihi katsiiran wayahdii bihi katsiiran wamaa yudhillu bihi illaa alfaasiqiina..
Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu[1]. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan : "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?." Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah[2], dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik,
Penjelasan
[1] Diwaktu turunnya surat Al Hajj ayat 73 yang di dalamnya Tuhan menerangkan bahwa berhala-berhala yang mereka sembah itu tidak dapat membuat lalat, Sekalipun mereka kerjakan bersama-sama, dan turunnya surat Al Ankabuut ayat 41 yang di dalamnya Tuhan menggambarkan Kelemahan berhala-berhala yang dijadikan oleh orang-orang musyrik itu sebagai pelindung sama dengan lemahnya sarang laba-laba.
[2] Disesatkan Allah berarti: bahwa orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah. dalam ayat ini, karena mereka itu ingkar dan tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan, Maka mereka itu menjadi sesat.
Tafsir Jalalain :
Untuk menolak perkataan orang-orang Yahudi, "Apa maksud Allah menyebutkan barang-barang hina ini", yakni ketika Allah mengambil perbandingan pada lalat dalam firman-Nya, "... dan sekiranya lalat mengambil sesuatu dari mereka" dan pada laba-laba dalam firman-Nya, "Tak ubahnya seperti laba-laba," Allah menurunkan: (Sesungguhnya Allah tidak segan membuat) atau mengambil (perbandingan) berfungsi sebagai maf`ul awal atau obyek pertama, sedangkan (apa juga) kata penyerta yang diberi keterangan dengan kata-kata yang di belakangnya menjadi maf`ul tsani atau obyek kedua hingga berarti tamsil perbandingan apa pun jua. Atau dapat juga sebagai tambahan untuk memperkuat kehinaan, sedangkan kata-kata di belakangnya menjadi maf`ul tsani (seekor nyamuk) yakni serangga kecil, (atau yang lebih atas dari itu) artinya yang lebih besar dari itu, maksudnya Allah tak hendak mengabaikan hal-hal tersebut, karena mengandung hukum yang perlu diterangkan-Nya. (Ada pun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa ia), maksudnya perumpamaan itu (benar), tepat dan cocok dengan situasinya (dari Tuhan mereka, tetapi orang-orang kafir mengatakan, "Apakah maksud Allah menjadikan ini sebagai perumpamaan?") Matsalan atau perumpamaan itu berfungsi sebagai tamyiz hingga berarti dengan perumpamaan ini. 'Ma' yang berarti 'apakah' merupakan kata-kata pertanyaan disertai kecaman dan berfungsi sebagai mubtada atau subyek. Sedangkan 'dza' berarti yang berikut shilahnya atau kata-kata pelengkapnya menjadi khabar atau predikat, hingga maksudnya ialah 'apa gunanya?' Sebagai jawaban terhadap mereka Allah berfirman: (Allah menyesatkan dengannya), maksudnya dengan tamsil perbandingan ini, (banyak manusia) berpaling dari kebenaran disebabkan kekafiran mereka terhadapnya, (dan dengan perumpamaan itu, banyak pula orang yang diberi-Nya petunjuk), yaitu dari golongan orang-orang beriman disebabkan mereka membenarkan dan mempercayainya (Tetapi yang disesatkan-Nya itu hanyalah orang-orang yang fasik), yakni yang menyimpang dan tak mau menaati-Nya.
Tafsir Quraish Shihab :
Allah memberikan perumpamaan kepada manusia untuk menjelaskan segala hakikat dengan bermacam makhluk hidup dan benda, baik kecil maupun besar. Orang-orang yang tidak beriman menganggap remeh perumpamaan dengan makhluk-makhluk kecil seperti lalat dan laba-laba ini. Allah menjelaskan bahwa Dia tidak merasa enggan seperti yang dirasakan manusia, maka Dia pun tidak segan-segan untuk menggambarkan bagi hamba-hamba-Nya segala sesuatu yang dikehendaki-Nya meskipun dengan hal-hal yang sangat kecil. Allah dapat menjadikan nyamuk atau yang lebih rendah dari itu sebagai perumpamaan. Orang-orang yang beriman mengetahui maksud perumpamaan itu dan mengetahui pula bahwa hal itu adalah kebenaran dari Allah. Sedangkan orang-orang yang kafir menerimanya dengan sikap ingkar dengan mengatakan, "Apa yang dikehendaki Allah dengan perumpamaan ini?" Perumpamaan ini menjadi sebab kesesatan orang-orang yang tidak mencari dan menginginkan kebenaran, dan sebaliknya, merupakan sebab datanganya petunjuk bagi orang-orang Mukmin yang mencari kebenaran. Maka, tidak akan tersesat kecuali orang-orang yang membangkang dan keluar dari jalan-Nya.