بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
~ مَرْحَبًا يَا رَمَضَانَ ~
Dahulu para Sahabat Rasululloh menyatakan kegembiraannya dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Bukan dengan Ber-MAAF-MAAF-an; Minta maaf-lah segera jika bersalah, karena tidak ada waktu khusus untuk Meminta Maaf. Ubahlah tradisi yang tidak ada dasar ajaran dari Rasululloh shallallahu alaihi wasallam. Berilah Selamat Kepada Sesamamu dalam Menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan.
Mereka yang melestarikan tradisi ini beralasan dengan hadits yang 
terjemahannya sebagai berikut: 
Ketika Rasullulloh sedang berkhutbah pada Shalat Jum’at (dalam bulan 
Sya’ban), beliau mengucapkan Aamiin sampai tiga kali, dan para sahabat 
begitu mendengar Rasullullah mengatakan Aamiin, terkejut dan spontan 
mereka ikut mengatakan Aamiin. Tapi para sahabat bingung, kenapa 
Rasullulloh berkata Aamiin sampai tiga kali. Ketika selesai shalat Jum’at,
 para sahabat bertanya kepada Rasullullah, kemudian beliau menjelaskan: 
“Ketika aku sedang berkhutbah, datanglah Malaikat Jibril dan berbisik, 
hai Rasullulloh Aamiin-kan do’a ku ini,” jawab Rasullullah. 
Do’a Malaikat Jibril itu adalah:
“Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki 
bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut: 
1) Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika 
masih ada); 
2) Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri; 
3) Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.
Ternyata pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah (3/192) juga pada kitab Musnad Imam Ahmad (2/246, 254) ditemukan hadits berikut:
 عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم رقي المنبر فقال : آمين آمين آمين فقيل له : يارسول الله ما كنت تصنع هذا ؟ ! فقال : قال لي جبريل : أرغم الله أنف عبد أو بعد دخل رمضان فلم يغفر له فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد أدرك و الديه أو أحدهما لم يدخله الجنة فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد ذكرت عنده فلم يصل عليك فقلت : آمين قال الأعظمي : إسناده جيد  
“Dari Abu Hurairah: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam naik mimbar lalu bersabda: ‘Aamiin, Aamiin, Aamiin’. 
Para sahabat bertanya : “Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasululloh?” 
Kemudian beliau bersabda, 
“Baru saja Jibril berkata kepadaku: ‘Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadhan tanpa mendapatkan ampunan’, maka kukatakan, ‘Aamiin’, 
kemudian Jibril berkata lagi, ‘Allah melaknat seorang hamba yang mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun tidak membuatnya masuk Jannah (karena tidak berbakti kepada mereka berdua)’, maka aku berkata: ‘Aamiin’. 
Kemudian Jibril berkata lagi. ‘Allah melaknat seorang hamba yang tidak bershalawat ketika disebut namamu’, maka kukatakan, ‘Aamiin”.
”Al A’zhami berkata: “Sanad hadits ini jayyid”.
Hadits ini dishahihkan oleh Al Mundziri di At Targhib Wat Tarhib (2/114, 406, 407, 3/295), juga oleh Adz Dzahabi dalam Al Madzhab (4/1682), dihasankan oleh Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid (8/142), juga oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Al Qaulul Badi‘ (212), juga oleh Al Albani di Shahih At Targhib (1679).
Dari sini jelaslah bahwa kedua hadits tersebut di atas adalah dua hadits
 yang berbeda. Entah siapa yang berbuat iseng yang membuat hadits pertama.
Atau mungkin bisa jadi pembuat hadits tersebut mendengar hadits kedua, 
lalu menyebarkannya kepada orang banyak dengan ingatannya yang rusak, 
sehingga berubahlah makna hadits.
Atau bisa jadi juga, pembuat hadits ini berinovasi membuat tradisi 
bermaaf-maafan sebelum Ramadhan, lalu sengaja menyelewengkan hadits 
kedua ini untuk mengesahkan tradisi tersebut. Yang jelas, hadits yang 
tidak ada asal-usulnya, kita pun tidak tahu siapa yang mengatakan hal 
itu, sebenarnya itu bukan hadits dan tidak perlu kita hiraukan, apalagi 
diamalkan.
Meminta maaf itu disyariatkan dalam Islam. Rasululloh Shallallahu’alaihi
 Wasallam bersabda,
 من كانت له مظلمة لأخيه من عرضه أو شيء فليتحلله منه اليوم قبل أن لا يكون 
دينار ولا درهم إن كان له عمل صالح أخذ منه بقدر مظلمته وإن لم تكن له 
حسنات أخذ من سيئات صاحبه فحمل عليه 
“Orang yang pernah menzhalimi 
saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya
 tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari dimana tidak 
ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal 
shalih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezhalimannya. 
Namun jika ia tidak memiliki amal shalih, maka ditambahkan kepadanya 
dosa-dosa dari orang yang ia zhalimi.” 
~HR. Bukhari no.2449~
Dari hadits ini jelas bahwa Islam mengajarkan untuk meminta maaf, jika berbuat kesalahan kepada orang lain. Adapun meminta maaf tanpa sebab dan dilakukan kepada semua orang yang ditemui, tidak pernah diajarkan oleh Islam.
~HR. Bukhari no.2449~
Dari hadits ini jelas bahwa Islam mengajarkan untuk meminta maaf, jika berbuat kesalahan kepada orang lain. Adapun meminta maaf tanpa sebab dan dilakukan kepada semua orang yang ditemui, tidak pernah diajarkan oleh Islam.
Jika ada yang berkata: “Bukankah Manusia selalu melakukan kesalahan dan berbuat dosa, sehingga mungkin saja berbuat salah kepada semua orang tanpa disadari”. Yang
 dikatakan itu memang benar, namun apakah serta merta kita meminta maaf 
kepada semua orang yang kita temui? Mengapa Rasululloh 
Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat tidak pernah berbuat 
demikian? Padahal mereka orang-orang yang paling khawatir akan dosa. 
Selain itu, kesalahan yang tidak sengaja atau tidak disadari tidak 
dihitung sebagai dosa di sisi Allah Ta’ala. Sebagaimana sabda Rasululloh
 Shallallahu’alaihi Wasallam,
والله أعلمُ بالـصـواب
Wallahu a'lam bishowab
~SELAMAT MENJALANKAN IBADAH RAMADHAN 1438 H~
