~akar kata yang terdiri dari tiga huruf: ḥā lām lām [ ح ل ل ] terjadi sekali di dalam Al-Qur'an sebagai kata active participle, dalam bentuk: muḥillī [ مُحِلِّى ]~
1. ~QS. Al-Ma'idah [5]:1:15~ -- مُحِلِّي -- muḥillī -- being permitted --
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
Tafsir Quraish Shihab:
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah semua janji kalian kepada Allah dan janji antara sesama kalian. Allah telah menghalalkan daging unta, sapi dan kambing, kecuali apa yang telah diharamkan-Nya. Kalian tidak boleh berburu binatang darat pada saat melaksanakan ihram, atau ketika sedang berada di tanah haram. Sesungguhnya Allah menetapkan semua apa yang dikehendaki dengan adil, dan ini semua adalah perjanjian Allah dengan kalian(1). (1) termasuk dalam janji yang harus dipenuhi dalam ayat ini adalah janji yang diucapkan kepada sesama manusia. 'Uqûd (bentuk jamak dari 'aqd ['janji', 'perjanjian']) yang digunakan dalam ayat ini, pada dasarnya berlangsung antara dua pihak. Kata 'aqd itu sendiri mengandung arti 'penguatan', 'pengukuhan', berbeda dengan 'ahd ('janji', 'perjanjian') yang berasal dari satu pihak saja, dan termasuk di dalamnya memenuhi kehendak pribadi. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa al-Qur'ân lebih dahulu berbicara mengenai pemenuhan janji daripada undang-undang positif. Ayat ini bersifat umum dan menyeluruh. Sebab, dalam Islam terdapat hukum mengenai dua pihak yang melakukan perjanjian. Tidak ada hukum positif mana pun yang lebih mencakup, lebih jelas dan lebih terperinci daripada ayat ini mengenai pentingnya memenuhai dan menghormati janji.
Tafsir Jalalayn:
(Hai orang-orang yang beriman, penuhilah olehmu perjanjian itu) baik perjanjian yang terpatri di antara kamu dengan Allah maupun dengan sesama manusia. (Dihalalkan bagi kamu binatang ternak) artinya halal memakan unta, sapi dan kambing setelah hewan itu disembelih (kecuali apa yang dibacakan padamu) tentang pengharamannya dalam ayat, "Hurrimat `alaikumul maitatu..." Istitsna` atau pengecualian di sini munqathi` atau terputus tetapi dapat pula muttashil, misalnya yang diharamkan karena mati dan sebagainya (tanpa menghalalkan berburu ketika kamu mengerjakan haji) atau berihram; ghaira dijadikan manshub karena menjadi hal bagi dhamir yang terdapat pada lakum. (Sesungguhnya Allah menetapkan hukum menurut yang dikehendaki-Nya) baik menghalalkan maupun mengharamkannya tanpa seorang pun yang dapat menghalangi-Nya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ ۚ أُحِلَّتْ لَكُم بَهِيمَةُ الْأَنْعَامِ إِلَّا مَا يُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنتُمْ حُرُمٌ ۗ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
Tafsir Quraish Shihab:
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah semua janji kalian kepada Allah dan janji antara sesama kalian. Allah telah menghalalkan daging unta, sapi dan kambing, kecuali apa yang telah diharamkan-Nya. Kalian tidak boleh berburu binatang darat pada saat melaksanakan ihram, atau ketika sedang berada di tanah haram. Sesungguhnya Allah menetapkan semua apa yang dikehendaki dengan adil, dan ini semua adalah perjanjian Allah dengan kalian(1). (1) termasuk dalam janji yang harus dipenuhi dalam ayat ini adalah janji yang diucapkan kepada sesama manusia. 'Uqûd (bentuk jamak dari 'aqd ['janji', 'perjanjian']) yang digunakan dalam ayat ini, pada dasarnya berlangsung antara dua pihak. Kata 'aqd itu sendiri mengandung arti 'penguatan', 'pengukuhan', berbeda dengan 'ahd ('janji', 'perjanjian') yang berasal dari satu pihak saja, dan termasuk di dalamnya memenuhi kehendak pribadi. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa al-Qur'ân lebih dahulu berbicara mengenai pemenuhan janji daripada undang-undang positif. Ayat ini bersifat umum dan menyeluruh. Sebab, dalam Islam terdapat hukum mengenai dua pihak yang melakukan perjanjian. Tidak ada hukum positif mana pun yang lebih mencakup, lebih jelas dan lebih terperinci daripada ayat ini mengenai pentingnya memenuhai dan menghormati janji.
Tafsir Jalalayn:
(Hai orang-orang yang beriman, penuhilah olehmu perjanjian itu) baik perjanjian yang terpatri di antara kamu dengan Allah maupun dengan sesama manusia. (Dihalalkan bagi kamu binatang ternak) artinya halal memakan unta, sapi dan kambing setelah hewan itu disembelih (kecuali apa yang dibacakan padamu) tentang pengharamannya dalam ayat, "Hurrimat `alaikumul maitatu..." Istitsna` atau pengecualian di sini munqathi` atau terputus tetapi dapat pula muttashil, misalnya yang diharamkan karena mati dan sebagainya (tanpa menghalalkan berburu ketika kamu mengerjakan haji) atau berihram; ghaira dijadikan manshub karena menjadi hal bagi dhamir yang terdapat pada lakum. (Sesungguhnya Allah menetapkan hukum menurut yang dikehendaki-Nya) baik menghalalkan maupun mengharamkannya tanpa seorang pun yang dapat menghalangi-Nya.